RESUME TEORI KOGNITIF SOSIAL
BANDURA
A.
BIOGRAFI
BANDURA
Albert
Bandura dilahirkan pada 4 Desember 1952 di Mundare, suatu kota kecil di dataran
utara Alberta. Kedua orang tuanya telah beremigrasi dari Negara Eropa Timur
saat Bandura remaja. Sejak saat itu, Bandura belajar untuk mengarahkan dirinya
sendiri di sekolah kecil yang ada di kota tersebut, yang hanya memiliki guru
sedikit dan sumber daya yang sedikit pula. Pdaa keadaan tersebut, proses
belajar bergantung ada inisiatif Bandura, sehingga dirinya sampai pada jenjang
Perguruan Tinggi, dan menjadi psikolog.
Bandura
berkegiatan dengan orang-orang yang bergerak dalam ranahh psikologi klinis.
Setelah lulus dari British Colombia dalam waktu tiga tahun, Bandura mencari
progam pascasarjana psikologis klinis yang emmpunyai dasar teoritis yang kuat.
Penasihatnya merekomendasikan University of Lowa sehingga dirinya meninggalkan
Kanada untuk pergi ke Amerika Serikat. Buku-bukunya yang berpengaruh adalah
sosial Learning Theory, Social Foundation of Thought And Action,
dan Self-Efficacy: The Exercise of Control.
B.
PRINSIP-PRINSIP
TEORI
Feist,
Feist & Robert (2017) menjelaskan 5 prinsip dasar teori Bandura:
1.
Plastisitas yakni fleksibilitas individu
untuk belajar berbagai jenis perilaku dalam situasi yang berbeda-beda.
2. Triadic reciprocal causations model
artinya
individu memiliki kemampuan mengontrol kehidupannya, yang meliputi perilaku,
lingkungan dan faktor pribadi.
3. Perspektif
agen, yaitu manusia mempunyai kapasitas untuk mengontol sifat dan kualitas
hidup mereka.
4. Manusia
mengkontrol tingkah laku dari perspektif internal dan eksternal
5. Manusia
menggunakan agensi moral untuk mengkontrol kondisi ambiguitas moral.
C.
PANDANGAN
TENTANG ILMU KEPRIBADIAN
Bandura (Salkin, 2004) mempercayai
dan memaknai kepribadian dari beberapa unsur:
1.
Pertama, Bandura
berpendapat manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri;
sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi obyek: pengaruh
lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang
dan lingkungan saling mempengaruhi.
2.
Kedua, Bandura
menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi orang itu
dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus
memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan di
pelihara. Teori belajar sosial (Social learning
theory) dari Bandura,
didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism), tanpa
penguatan (beyond reinforce), dan
pengaturan diri/berifikir (self-regulation/cognition).
Bandura
(Salkin) mengungkapkan bawah “determinis
resiprokal” (DR) adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura.
“DR” menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial
memakai determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena
psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal
sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan
sistem sosial.
Selanjutnya Bandura (Salkin, 2004) juga menjelaskan bahwa
pembentukan perilaku tidak harus dengan menggunakan reinforce. reinforce
penting dalam menen-tukan apakah suatu tingkahlaku akan terus terjadi atau
tidak, tetapi itu bukan satusatunya pembentuk tingkahlaku. Orang dapat belajar
melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang
dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reforsemen yang terlibat,
berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan
pokok teori belajar sosial.
Bandura (Salkin, 2004) menempatkan manusia sebagai pribadi
yang dapat mengatur dixi sendiri (self-regulation), mempengaruhi
tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif,
mengadakan konsekuensi bagi tingkahlakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk
berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya
dengan menyirnpan pengalaman (dalam ingatan) dalam ujud verbal dan gambaran
imaginasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan
untuk menggambarkan secara imaginatif basil yang diinginkan pada masa yang akan
datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan
jangka panjang.
D.
TEORI
KEPRIBADIAN SOSIAL-KOGNITIF STRUKTUR
Bandura
(Feist, Feist & Robert, 2017) menjelaskan bahwa kepribadian individu
sejatinya tersusun dari tiga konsep timbal balik dari interaksi perilaku (B),
variabel manusia (P) dan lingkunan (E), ketiga unsur ini diistilahkan dengan triadic reciprocal causation. Pada dasarnya kepribadian manusia itu merupakan hasil
interaksi antara lingkungan, tingkah laku, dan kognisi. “Manusia” yang dimaksud
oleh Bandura diaplikasikan secara umum walaupun tidak eksklusif, seperti faktor
kognitif, yaitu memori, antisipasi, perencanaan, dan penilaian.
Oleh karena manusia memiliki dan menggunakan kapasitas
kognitif ini, mereka mempunyai kapasitas untuk memilih atau melakukan
restrukturisasi pada lingkungan mereka , yaitu kognisi merupakan sebagian hal
yang menentukan kejadian apa yang diperhatikan oleh seseorang, nilai-nilai
apayang mereka letakkan pada kejadian apa yang diperhatikan oleh seseorang,
nilai-nilai apa yang mereka latakkan pada kejadian tersebut, dan bagaimana
mereka mengorganisasikan kejadian tersebut untuk digunakan dimasa depan.
Kognisi sendiri di tentukan dan dibentuk oleh perilaku dan lingkungan.
Bandura menggunakan istilah “timbal
balik” untuk mengindikasikan adanya interaksi dari dorongan-dorongan, tidak
hanya satu tindakan yang sama atau berlainan. Ketiga faktor yang berhubungan
timbal balik tidak perlu mempunyai kekuatan yang sama atau memberikan
kontribusi yang setara. Pengaruh yang relatif dari perilaku, lingkungan, dan
manusia bergantung pada faktor triadic yang
terkuat dalam satu momen.
Hal utama dari pendekatan
tradisional ini, untuk terjadinya belajar, manusia harus melakukan
performa/tampilan utama dan kemudian diberi hadiah. Menurut teori belajar
social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan ,
secara rinci dasar kognisi dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap
yaitu : atensi/perhatian, retensi/mengingat, reproduksi gerak, dan motivasi.
1) Atensi
/ Perhatian Jika reaksi baru yang dipelajari dari melihat/mendengar lainnya,
maka hal itu jelas bahwa tingkat memberi perhatian yang lain akan menjadi yang
terpenting. Lebih mendalam lagi berikut faktor-faktor untuk mendapatkan
perhatian: (1) penekanan penting dari perilaku menoonjol (2) memperoleh
perhatian dari ucapan /teguran (3) membagi aktivitas umum dalam bagian –bagian
yang wajar jadi komponen keterampilan dapat menonjol.
2) Retensi
Setiap gambaran perilaku disimpan dalam memori atau tidak, dan dasar untuk
penyimpanan merupakan metode yang digunakan untuk penyandian atau memasukkan
respon. Penyandian dalam symbol verbal dipermudah oleh berpikir aktif orang
atau ringkasan secara verbal tindakan yang mereka amati. Waktu respon yang
diamati disandikan, ingatan kesan visual atau symbol verbal dapat
berlanjutdengan melatih kembali secara mental. Dengan begitu, penyandian akan
mencoba untuk berpikir giat mengenai tindakan dan memikirkan kembali penyandian
verbal.
3) Reproduksi
Gerak Waktu fakta-fakta dari tindakan baru disandikan dalam memori, mereka
harus dirubah kembali dalam tindakan yang tepat. Rangkaian tindakan baru
merupakan symbol pertama pengaturan dan berlatih, semua waktu dibandiungkan
dengan ingatan/memori dari perilaku model. Penyesuaian dibuat dalam rangkaian
tindakan baru, dan rangkaian perilaku awal. Perilaku sebenarnya dicatat oleh
orang dan mungkin juga oleh pengamat yang memberikan timbal balik yang benar
dari perilaku suka meniru. Dasar penyesuaian dari timbal balik membuat
pengaturan simbolik rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku dimulai
lagi. Teori belajar social memperkenalkan tiga prasyarat utama untuk berhasil
dalam proses ini. Pertama, orng harus memiliki komponen keterampilan. Biasanya
rangkaian perilaku model dalam penelitian Bandura buatan dari komponen perilaku
yang sudah diketahui orang. Kedua, orang harus memiliki kapasitas fisik untuk
membawa komponen keterampilan dalam mengkoordinasikan gerakan. Terakhir, hasil
yang dicapai dalam koordinasi penampilan/ pertuntukan memerlukan pergerakan individu
yang dengan mudah tampak.
4) Penguatan
dan Motivasi Pokok persoalan dari atensi, retensi, dan reproduksi gerak
sebagian besar berhubungan dengan kemampuan orang untuk meniru perilaku
penguatan menjadi relevan. Ketika kita mencoba menstimulus orang untuk
menunjukkan pengetahuan pada perilaku yang benar. Walaupun teori belajar social
mengandung penguatan untuk tidak menambah pengetahuan guna “mengecap dalam
perilaku”, itu peran utama memberi penguatan (hadiah & hukuman) seperti
seorang motivator.
Secara ringkas, teori belajar social Bandura
memiliki 2 implikasi penting : (1) respon baru mungkin dipelajari tanpa having
to perform them (learning by observation) (2) hadiah dan hukuman terutama mempengaruhi
pertunjukan (performance) dari perilaku yang dipelajari: bagaimanapun ketika
memberikan kemajuan, mereka memiliki pengaruh tambahan / kedua dalam
pengetahuan / belajar dari perilaku baru yang terus pengaruhnya pada atensi dan
latihan
E.
TEORI
KEPRIBADIAN SOSIAL-KOGNITIF PROSES
Bandura (Olson dan Hergenhahn, 2013)
mengemukakan bahwa pembentukan perilaku individu dapat terjadi karena adanya
proses belajar obervasional, dimana individu mencoba untuk memahami segala
sesuatu yang terjadi disekitarnya tanpa harus ikut dalam peristiwa tersebut.
Bandura (Feist, Feist
& Robert, 2017) menemukan empat proses yang mengatur pembelajaran melalui
observasi, yaitu:
1.
Perhatian
Sebelum kita dapat
melakukan modeling terhadap orang lain, kita harus memperhatiakn orang
tersebut. Apa faktor-faktor yang mengontrol perhatian? Pertama, karena
kita mempunyai kecenderungan untuk mengobservasi seseorang yang sering
kita asosiasikan dengan diri kita, kita lebih mungkin untuk memperhatikan
orang-orang tersebut. Kedua, model yang atrktif dan menarik lebih mungkin untuk
diobservasi dari pada model yang tidak menarik, kita mengobservasi perilaku
yang kita rasa penting atau bernilai.
2.
Representasi
Agar sebuah observasi
dapat mengarahkan pada pola respon yang baru, pola tersebut harus dapat
direpresentasikan secara simbolis di dalam ingatan. Representasi simbolik tidak
perlu dalam bentuk verbal, karena beberapa observasi dipertahankan dalam bentuk
gambaran dan dapat dimunculkan tanpa adanya model secara fisik. Proses ini
penting terutama dalam tahapan bagi bayi, saat kemampuan verbal belum
3.
Produksi
Perilaku
Dalam proses mengubah
representasi kognitif ke dalam tindakan yang tepat, kita harus bertanya pada
diri kita beberapa pertanyaan mengenai perilaku yang akan ditiru. Pertama
kita akan bertanya, “Bagaimana saya dapat melakukan hal ini?” Setelah secara
simbolis mengulang respon-respon yang relevan, kita mencoba perilaku tersebut. Selama
melakukannya, kita memonitor diri kita dengan pertanyaan “Apa yang sedang saya
lakukan?” Terakhir, kita mengevaluasi performa dengan bertanya “Apakah saya
melakukan dengan benar?” Pertanyaan terakhir ini tidak selalu mudah untuk
dijawab, terutama perilaklakukan yang mengutamakan kemempuan motorik.
4.
Motivasi
Pembelajaran melalui
obsevasi paling efektif terjadi apabila pihak yang belajar termotivasi untuk
melakukan perilaku yang ditiru. Perhatian dan representasi dapat berakibat pada
pengumpulan informasi untuk belajar, namun performa difasilitasi oleh motivasi
untuk melakukan perilaku tertentu. Walaupun observasi dari orang lain mengajari
kita bagaimana melakukan sesuatu, kita dapat saja tidak mempunyai
hasrat untuk melakukan tindakan tersebut.
F.
RISET
TERKAIT
1. Efikasi
Diri dan Terorisme
Hubungan antara self-efficacy dan agama
sangat erat dengan ancaman terorisme yang semakin marak. Penelitian yang
dilakukan oleh Fischer dkk, mengemukakan bahwa individu yang memiliki
religiusitas yang baik akan memiliki efikasi diri yang tinggi dan berdampak
pada suasana hati yang lebih tenang dibandingkan individu dengan religiusitas
buruk.
Religiusitas bukan satu-satunya cara
untuk mengurangi dampak terorisme, tetapi salah satu cara untuk meningkatkan
efikasi diri guna mengurangi ancaman terorisme. Bandura (Feist, Feist, &
Robert, 2017) telah mendemonstrasikan bahwa semakin kita merasa bahwa kita
memiliki kendali dan mampu menangani kejadian yang tidak dapat diprediksikan,
semakin berkurang dampak negatif dari ancaman terorisme terhadap kesejahteraan
kita.
2. Efikasi
Diri dan Diabetes
Sacco dkk (Feist, Feist &
Robert, 2017) melakukan penelitian pengaruh efikasi diri terhadap pengelolaan
penyakit kronis. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa efikasi diri sangat
penting dalam pengelolaan penyakit kronis. Tingkat efikasi yang tinggi
berhubungan dengan tingkat depresi yang rendah, dan berkurangnya gejala
diabetes serta tingkat keparahannya.
Sacco dkk juga menegaskan bahwa
ketika individu memiliki BMI yang tinggi maka akan berpengaruh pada rendahnya
efikasi diri, yang kemudian mengarahkan individu kepada depresi. Oleh karena
itu pengendalian penyakit melalui peningkatan efikasi menjadi salah satu upaya
untuk dapat mempercepat kesembuhan pasien penyakit kronis.
3. Teori
Kognitif Sosial yang “Mendunia”
Bandura (Feist, Feist & Robert,
2017) melakukan penelitian terkait dengan proses perubahan perilaku dengan
memanfaatkan media elektronik. Bekerja sama dengan Population Media Center,
Bandura membuat suatu drama seri yang mendorong perilaku perubahan positif
bebasis fakta untuk audiens televise dan radio menjadi model dengan
pembelajaran observasional. Pembuatan drama ini bertujuan untuk mengurangi pertumbuhan
penduduk dengan memperbaiki efikasi terhadap keluarga, penggunaan kontrasepsi,
dan mengangkat kedudukan wanita dalam keluarga, sosial serta pendidikan.
G.
KRITIK
Olson & Hergenhahn (2013) menjelaskan lima
kritik terhadap teori Bandura:
1. Perilaku
lebih konsisten dari pada yang diklaim oleh teori sosial kognitif
2. Peristiwa
tidak dapat menyebabkan perilaku
3. Berat
sebelah saat memojokkan teori psikoanalitik
4. Aspek-aspek
penting dalam teori kepribadian diabaikan
5. Teori
sosial kognitif tidak sistematik dan menyeluruh
ANALISIS KASUS
1.
KASUS
1
Pengaruh Korean Pop culture dalam kehidupan masyarakat
Indonesia disadari atau tidak meliputi segala aspek dari musik dan drama hingga
fashion style, hair style, bahkan gaya hidup korea. Tak hanya itu, fenomena
hallyu juga telah menyebabkan pecintanya memburu segala hal yang berkaitan erat
dengan Korea, hal ini tampak jelas dari semakin meningkatnya masyarakat
Indonesia yang mempelajari bahasa Korea dan budaya Korea. Segala hal yang
berhubungan dengan artis-artis Korea juga diburu oleh para pecintanya, hal ini
terlihat dari banyaknya kegiatan gathering sesama pecinta artis Korea, dan
maraknya lomba cover dance dan idol star.
Demam idola dapat dikatan sebagai selebrity worship. Diamana
selebrity worship itu sendiri merupakan suatu perbuatan dimana seorang individu
sangat menggilai sebuah band atau boyband atau girlband maupun seorang
selebriti ( pria atau wanita ) entah itu dikarenakan sang artis sangat tampan
atau cantik, sangat kaya atau karena penyebab lain. Fenomena ini dapat membuat
remaja menjadi addicted terhadap K-pop, sehingga dapat memicu remaja untuk
berprikaku dan berpenampilan sesuai dengan artis idola K-pop mereka. Dalam hal
ini, banyak remaja putri menjadikan idola K-POP mejadi panutan mereka untuk
dicontoh. Hal ini dapat dilihat dari seseorang yang berprilaku dan
berpenampilan sesuai dengan artis idola mereka,
ANALISIS
Kasus ini dapat dikatakan bahwa remaja putri tersebut
melakukan proses imitasi. Imitasi merupakan proses sosial atau tindakan
seseorang untuk meniru orang lain, baik sikap penampilan, gaya hidupnya, bahkan
apa-apa yang dimilikinya. Remaja meniru idola karena tidak percaya diri dengan
penampilan mereka apa adanya, sehingga mereka membutuhkan seorang figure yang
menurut mereka memiliki penampilan yang ideal. Dalam hal ini dapat kita lihat
banyaknya remaja yang sekarang berpenampilan sesuai dengan artis korea, baik
dari pakaian, make up hingga perilaku yang ditampilkan itu meniru artis idola
mereka.
Bandura (Feist, Feist & Robert, 2017) mengatakan bahwa
motivasi merupakan konsep penting dalam imitasi karena motivasi merupakan
penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Dalam proses imitasi ini
remaja seakan-akan tidak menunjukkan kepribadian aslinya dan lebih bangga
memiliki kepribadian seperti orang lain yang
belum tentu sesuai dengan dirinya. Remaja sebagai tahapan pencarian jati
diri perlu diarahkan kepada jati diri pribadi yang sehat, dengan meniru pribadi
idola K-POP nya, remaja dihadapkan untuk memilih jati diri semu yang tidak
sesuai dengan kepribadian dirinya. Ingat bahwa setiap pribadi itu unik dan
berbeda, sehingga imitasi kepribadian bukanlah hal yang baik dalam proses
pencarian jati diri. dan oleh karena itu konselor dan orang tua perlu memantau
perkembangan anak-anaknya, jika tidak ingin anak/siswa didiknya berkembang
kearah kepribadian yang tidak sehat.
2.
KASUS
2
Kita bisa liat tontonan anak jaman sekarang seperti apa?
Walaupun banyak film kartun, tetapi anak-anak sekarang lebih senang memilih
menonton sinetron remaja yang pemainnya merupakan remaja yang masih unyu-unyu
dan kebanyakan personil girl atau boy band sendiri. Dari lagu-lagunya yang disenangi
oleh mereka (baca : anak-anak kecil) sampai akhirnya merambat ke sinetron yang
dibintangi oleh personil girl band atau boy band tersebut Dan isi dari cerita
sinetron-sinetron tersebut, lagi-lagi mengenai cinta, yang didalamnya terselip
tentang kesombongan, persaingan, dendam dan segala sifat-sifat yang tidak layak
untuk ditonton oleh anak-anak. Karena secara tak langsung itu dapat berpengaruh
dalam kehidupan mereka.
Sebagai contoh dalam suatu adegan sinetron : anak yang
berasal dari keluarga kaya tidak mau bergaul dengan orang yang berasal dari
keluarga 'nggak punya'. Katanya jijiklah, takut ketularan penyakit, ngga
levellah dan perkataan-perkataan tak baik lainnya. Belum lagi kalau ada adegan
yang suka ngehina 'anak yang tergolong ngga punya', secara ga sadar hal itu
bakalan ditiru oleh anak-anak yang menonton sinetron tersebut yang merasa dari
keluarga kaya
ANALISIS
Berdasarkan kasus di atas itulah yang dinamakan dengan
vicarious learning—yaitu kemampuan untuk memproses gambar dan cerita (dalam
buku, foto atau video) seolah-olah sangat nyata kita alami. Di tengah ruang dan
waktu yang terguncang akal waras kita benar-benar dipertaruhkan. Dampak negatif vicarious learning
dengan melihat sinetron merupakan hal yang lebih dominan diakses oleh anak jaman
sekarang. Tidak jarang anak meniru secara berlebihan dan berdampak pada
sejumlah risiko negatif. Semakin sering terpapar oleh tayangan negatif,
misalnya tontonan sinetron yang menjadi viral—akan membuat perilaku negatif itu
dianggap biasa, wajar, dan lumrah. Standar moral menjadi luntur. Empati
menurun. Kewaspadaan menjadi longgar. Bahaya—sangat-sangat berbahaya apabila
tindak kekerasan dianggap wajar. Virus perilaku negatif itu tanpa disadari
telah menetas dalam jiwa.
3.
KASUS
3
Dian Yulia Novi termakan doktrin mengerikan dari paham
terorisme. Akibatnya, dia menjadi berani menjadi pengantin bom bunuh diri
menyerang negara sendiri. Doktrin macam apa yang bisa menyuci otak Dian dan
kawan-kawan sehingga bisa berbuat sekeji itu? Pihak kepolisian mendapat keterangan
langsung dari keempat orang yang dicokok, yakni Dian, inisial NS, AS, dan S.
"Mereka termotivasi, jadi judulnya Daulah Islamiyah," kata Kabag
Mitraropenmas Divhumas Mabes Polri, Kombes Pol Awi Setiyono, dalam jumpa pers
di Markas Besar Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Minggu (11/12/2016).
Daulah Islamiyah tak lain dan tak bukan adalah ISIS, kelompok
teroris dari Suriah yang reputasi kejinya sudah tersiar ke seantero negeri.
Doktrin yang digelontorkan mereka ke putra-putri Indonesia itu menyangkut
keyakinan soal aksi 'amaliyah'. "Yaitu
kalau kalian belum mampu ke Suriah, (maka hendaknya kalian) membuat amaliyah di
negeri masing-masing semampunya. Itulah yang memotivasi mereka, dan ini hasil
dari proses penyidikan tadi malam, pemeriksaan intensif terhadap pelaku,"
kata Awi.
ANALISIS
Albert Bandura melalui teori Social Cognitive (Feist, Feist
& Robert, 2017) menjelaskan bahwa
perilaku merupakan hasil dari faktor lingkungan dan faktor kognitif, Bandura
menjelaskan bahwa unsur peringatan dan berperilaku dan stimulus adalah hal
penting, tetapi hal itu juga mempertimbangkan proses berfikir terhadap
pembelajaran pada manusia. Analisis Bandura terhadap pembelajaran sosial
mencakup unsur-unsur utama analisisnya adalah: proses perhatian (attentional
process), Proses pengingatan (Retentio Process) proses reproduksi motorik
(motor reproducsi proces), dan proses motovasi (motivational process).
Dian sebagai korban doktrin telah ditanamkan bahwa pelaku
teror memiliki landasan moral. Teror dinilai sebagai sebuah perbuatan baik
bahkan mulia. Namun, jauh sebelum memasuki pandangan itu, pelaku teror
mengalami pergulatan nilai (seperti 5 tahapan di alinea sebelumnya). Proses
transformasi tersebut tidak sederhana. Teror bom bunuh diri Dian misalnya,
adalah potret tentang pergulatan nilai yang sangat rumit. Mereka memilih bom
bunuh diri setelah mengalami pergulatan panjang dengan kekerasan dan
ketidakadilan. Jadi, perubahan interpretasi tentang aksi teror melibatkan
pengalaman dan perspektif. Di sinilah terorisme menemukan kekuatan
militansinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories of Human
Development. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications.
International Education and Publisher
Feist,
Jess. 2017. Theories of Personality 8th.
Jakarta: Salemba
Olson,
M Mathew. 2013. Pengantar Teori-Teori
Kepribadian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mc
Leod, John. 2015. Pengantar Konseling
Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Prenadamedia Group
Jarviss,
Matt. 2006. Teori-Teori Psikologi.
Bandung: Nusa Media
Nelson,
Jones. 2011. Teori dan Praktik Konseling
dan Terapi 4th. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar