Minggu, 08 Juli 2018

Budaya dan Atrubusi

BUDAYA dan ATRIBUSI
A.    Definisi Atribusi
Mendengar kata atribusi tentunya tidak asing dalam keseharian, namun apakah sebenarnya atribusi itu, dan berasal darimanakah? Atribusi adalah kesimpulan yang dihasilkan oleh individu mengenai penyebab dalam suatu kejadian tertentu. Atribusi juga mewakili individu memahami kehidupan dan perilaku individu lain. Sebagai contoh seringkali seseorang menghubungkan keberhasilan ataupun kegagalan dengan kerja keras atau hanya sebatas keberuntungan. Inilah yang dinamakan atribusi yang seringkali disematkan oleh individu dalam setiap peristiwa.
Selaras dengan pembahasan pada bab I yang mengatakan bahwa kemampuan kognisi individu memungkinkan mereka untuk menciptakan budaya, ternyata menurut Matsumoto (2013) kemampuan kognisi juga dapat mempengaruhi gaya pengatribusian seseorang. Atribusi-atribusi yang diciptakan oleh individu memberikan gambaran dalam memperjelas kejadian dan membuat sense pada peristiwa atau kejadian tersebut. Hal lainnya bahwa pengatribusian ini menjadi keunikan kemampuan kognisi individu untuk mengerti tentang dirinya dan orang lain bahwa mereka adalah agen kesengajaan atau intentional agents. Apa itu intentional agents? Penyebab adanya sebutan agen kesengajaan atau intentional agent menurut Matsumoto (2013) adalah niat atau kehendak dalam setiap perbuatannya. Artinya bahwa setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan, motivasi-motivasi, hasrat/keinginan-keinginan, serta tujuan-tujuan yang terkadang menjadi kendali atas perbuatan dan perilaku mereka. Jadi kognisi dan budaya berkaitan erat dengan gaya pengatribusian seseorang, bahkan semua budaya memiliki bentuk pengatribusian masing-masing. Kenyataannya segala peristiwa dan perilaku seseorang tentu dibumbui dengan bentuk atribusi baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain.
Sebenarnya, pengatribusian ini telah menjadi kajian hangat dalam sejarah perkembangan psikologi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, atribusi dibagi menjadi dua bentuk gaya yakni internal attributions (dispositional attributions) yang menghubungkan antara keberhasilan dan kegagalan dengan faktor internal seperti kepribadian, usaha, dan niat dalam diri sendiri, sedangkan gaya pengatribusian yang lain adalah external attributions (situational dispositions) yang seringkali mengkaitkan kegagalan dan keberhasilan dengan faktor situasional atau outside of person seperti kesalahan orang lain, faktor alam, dan bahkan campur tangan Tuhan.

B.     Perbedaan Budaya dalam Gaya Atribusi
Atribusi adalah hasil dari pikiran dan budaya sehingga terkadang bukanlah hasil kenyataan secara obyektif, karena atribusi adalah hasil subyektifitas pikiran yang banyak tersusun atas bias-bias. Salah satu bias tersebut biasanya disebut fundamental attribution error atau bisa disebut correspondence bias yang mengacu pada kesimpulan bias (Matsumoto, 2013). Hal ini ter-replikasi pada banyak penelitian di Amerika. Peneliti multibudaya melakukan sosial eksperimen terhadap orang Amerika dengan orang India yang beragama Hindu. Keduanya dihadapkan pada suatu kejadian dimana mereka diharuskan untuk memberikan persepsi dan penilaian pada peristiwa tersebut, alhasil didapatkan sebuah perbedaan sudut pandang yang berkontibusi pada gaya pengatribusian yakni jika orang Amerika lebih melihat peristiwa tertentu dari sudut pandang pelakunya misalnya “perempuan itu sangat tidak bertanggung jawab”, sedangkan orang India menjelaskan bahwa peristiwa tersebut dapat dilihat dari berbagai faktor misalnya tanggung jawab individu, pola lingkungan sekitarnya, dan situasi-situasi lain yang bereknaan dengan peristiwa tersebut.
Perbedaan keduanya jelas menunjukkan bahwa budaya dan pola pikir inidvidu menentukan bagaimana gaya mereka dalam menciptakan penyebab terjadinya suatu peristiwa. Adapun jenis bias atribusi yang lain adalah self-serving bias, yakni menciptakan internal attribution (faktor personal) pada kesuksesannya dan faktor situasional pada kegagalannya. Misalkan individu mengalami kegagalan, maka dirinya akan menguhubungkannya dengan penyebab-penyebab situasional seperti materi test yang kurang bagus, pengajaran yang tidak sesuai, gangguan-gangguan, atau situasi rumah yang tidak mendukung. Sedangkan kesuksesan akan dihubungkan dengan kemampuan, usaha dan kerja keras mereka.
Peran budaya lah yang menjadikan perbedaan ini, tentu saja hal ini terkadang memberikan perbedaan bentuk tanggung jawab. Kaitannya dengan hal ini adalah mengenai budaya orang Amerika yang cenderung individual dan orang Asia yang kolektiv. Penelitian yang terangkum dalam Matsumoto (2013) menjelaskan bahwa pola budaya yang demikian sangat menentukan bagaimana individu merespon segala peristiwa lalu menghubungkannya pada faktor internal atau memilih faktor eksternal sebagai penyebab peristiwa tersebut. Orang Asia juga mengikutsertakan faktor keberuntungan, kekayaan keluarga, etnis, dan jenis kelamin sebagai atribusi mereka.
Namun tidak semua gaya atribusi merupakan hasil dari atribusi bias karena terdapat bentuk atribusi lain yang mengkaitkan mengenai sejauh mana individu percaya pada pandangan atau kepercayaan tradisional yang bersifat consensus budaya.

C.     Universalitas dan Spesifikasi Budaya dalam Gaya Atribusi
Meskipun perbedaan budaya menjadi penentu gaya pengatribusian individu, namun satu pertanyaan yang penting bahwa sejauh mana kedua mempengaruhi gaya atribusi individu?
Perbedaan budaya banyak menjelaskan sejauh mana gaya astribusi individu seperti orang Amerika banyak melakukan attribution error daripada orang Asia. Choi, Nisbett dan Norenzayan (1999, dalam Matsumoto 2013) membuktikannya dengan mengajak orang Amerika dan orang Asia memberikan penyikapan dan penilaian pada sekelompok individu yang telah dikondisikan sebelumnya (kelompok pertama tidak disertai dengan informasi kepribadian, dan kelompok kedua disertai informasi kepribadian). Hasilnya adalah ketika orang Asia menjelaskan penyebab pada sekelompok individu tanpa informasi kepribadian mereka, orang Asia lebih banyak memberikan penyebab situasional daripada orang Amerika, namun ketika sekelompok individu diserta dengan informasi kepribadian, maka orang Amerika dan orang Asia cenderung tidak ada perbedaan yang signifikan dalam menciptakan atribusi.
Hasil meta analisis dari Mezulis, Abramson, Hyde dan Hankin (2004, dalam Matsumoto & Juang 2013) memberikan gambaran bahwa sebagaian besar populasi melakukan self-serving bias, tidak ada ukuran perbedaan pada budaya karena baik orang Amerika dan Asia sama-sama melakukannya, meskipun orang Asia lebih banyak memunculkan atribusi eksternal karena dipengaruhi budaya kolektivisme dan hal ini tidaklah menjadi pembeda yang signifikan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa gaya atribusi sebagaian besar sama secara universal. Temuan baru dari Norenzayan & Lee (2010, dalam Matsumoto & Juang, 2013) menjelaskan adanya faktor agama dan dialektika yang dapat mempengaruhi gaya atribusi.
Dengan demikian correspondence bias dan self-serving bias menjadi faktor universal mengingat telah dibahas di awal bahwa individu merupakan intentional agents. Sedangkan budaya menjadi aspek atribusi bias dengan perannya dalam menjaga citra diri. Jelas saja bahwa semua budaya memiliki aspek universal untuk mempertahankan citra diri serta melindungi intregitas mereka dan atribusi inilah yang menjadi cara mereka mencapai tujuan itu. Masing-masing budaya mengajarkan individu dalam menentukan atribusi dan ini relative. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya dapat menghasilkan gaya atribusi secara spesifik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Budaya dan Atrubusi

BUDAYA dan ATRIBUSI A.     Definisi Atribusi Mendengar kata atribusi tentunya tidak asing dalam keseharian, namun apakah sebenarnya a...